Janah Cuul's Story: 2012

JanahCuUl

JanahCuUl

Selasa, 12 Juni 2012

Bantal Kreatif

holaaaaaa semua,,, Assalamualaikum.
sekarang gue lagi coba-coba bikin bisnis nih,,, yaitu bisnis bantal. bantal yang terbuat dari kain flanel ini bisa bebas di pesan sama kalian. terserah motif apa yang kalian pengen, insyaallah bisa gue bikinin. bisa di pesan ko! kalau rumah kalian jauh,bisa di kirim. di bawah ini ada alah beberapa contoh kreasi flanel yang bisa kalian pesen di gue. baru beberapa sih, tapi unik loh!!!!












kalau ada yang mau pesen, hubungi:
-email: cuul_ofjanah@yahoo.com
-Hp:  083874367662
 harganya murah banget loh,,, tergantung ukuran.
bisa kita bicarain kalau kalian mau pesen yah,,, :)
di tunggu respon positivenya,,

Cerbung part 1 :)


PART 1
Arah jarum pada jam dinding sudah menunjukan lima sore, dimana waktu datang dan menandakan semua perkerja harus meninggalkan Kantor. Alyona bersiap untuk meninggalkan kantor, ia merapikan semua berkas-berkas yang sudah lama ia tinggalkan untuk diberikan kepada Bos-nya.
“ Dew, aku duluan ya! Mau cepat-cepat pulang. Aku mau ngasih berkas ini dulu sama Pa Tio,,” ujar Alyona sambil menarik tas yang Ia gendongkan di belakang tubuhnya.
“ Iya, tapi kayanya di luar gerimis deh. Masih mau pulang?” tanya Dewi yang melihat rintikan gerimis di kaca kantornya yang sangat jelas untuk melihat kearah luar.
Maka dari itu aku mau cepet-cepet ke halte, jadi aku nuggunya di halte aja! Ga ada masalahkan?jawab Alyona yang kesal melihat Dewi; yang selalu menganggapnya seperti orang yang snagat membutuhkan perhatian.
“ Yaudah deh terserah, gue ga bareng lu dulu ya! Kerjaannya masih tanggung, sebentar lagi selesai” ujar Dewi yang tidak enak melihat wajah kesal Alyona.
Alyona pun bergegas memberikan tumpukan berkas-berkas miliknya ke ruang-Atasannya. Setelah Alyona selesai memberikan semua berkasnya, Alyona langsung pergi ke dalam lift untuk turun ke lantai bawah.
“ Halo Pa Satpam aku pulang dulu ya!sapa Alyona.
“ Iya mba Alyona, hati-hati ya! Gerimisnya sudah mulai besar!” jawab satpam kantor yang menunjukan tangannya kearah langit.
“ Iya Pak! Makasih ya!”. Jawab Alyona yang berusaha berlari kencang untuk menghindari gerimis yang semakin besar.
Halte sudah sangat ramai saat Alyona datang. Semua orang berdatangan untuk berteduh dari hujan deras. Sepertinya Alyona terlambat untuk mengejar taxi, karena hujan telah terlebih dahulu datang. Alyona tidak mempunyai persiapan sebuah payung untuk melindungi dirinya dari hujan. “Terpaksa harus nunggu!” gerutu Alyona dalam hati.
Hati Alyona tiba-tiba berdekup sangat kencang saat ada seseorang yang menepuknya dari belakang. Alyonapun segera menoleh dan mendapati temannya, Dewi yang sedang berada di belakangnya.
Belum pulang? Dari tadi, lu masih nunggu di sini? Kasihan, hehehe... suara Dewi cukup membuat Alyona malu, karena sebagian orang yang ada di halte memandang dirinya.
Kamu apaan sih! aku masih nunggu taxi. Ngagetin aja!” jawab Alyona dengan suara ketus.
“ Kasihan, temen gue.Cup,,cup,,” ujar Dewi yang mencoba melingkarkan tangannya dileher Alyona.
“ Kenapa lu ga minta di jemput sama mamah?” tanya Dewi sambil melipat payung yang dimilikinya. Alyonapun menggelengkan kepalanya, seraya memberika isyarat kepada Dewi.
“ Kenapa? Lagi ga ada di rumah?”. Pertanya yang diberikan Dewi membuat Alyona kembali menggelengkan kepalanya.
“ Kasihan sama mamah! Lagi hujan gini suruh ngendarai mobil,,!” jawabnya.
“ Tapi dari pada lu yang kehujanan trus sakit?” ujar Dewi. Lagi-Alyona kembali menggelengkan kepalanya.
“ Coba Evan masih hidup, pasti dia ga tega biarin aku nunggu di sini dalam hujan deras” tukas Alyona dengan nada kepiluan di dalam hatinya.
“ Udah dong, Alyona! Evan itu udah pergi, dan dia gak akan pernah kembali lagi! Lu itu harus kembali dalam hidup lu yang nyata! Jangan terpuruk sama masa lalu! Dan lupain Evan!Ok” Suara teriakan Dewi membuat perhatian orang-orang yang ada di halte tertuju kembali ke arah Alyona dan Dewi. Sekarang, bukan hanya setengah orang dihalte. Tapi, semuanya.
“ Hah? lupain?” ujar Alyona dengan nada sepelan mungkin, agar tidak mengundang pandangan orang-orang disekitarnya. “ Kamu bilang aku harus ngelupain bahwa Evan yang pernah hidup dan hampir menjadi bagian dari diriku itu harus di lupain? ” lanjut Alyona dengan nada tertekan dan  tatapan lekat-lekat ke arah wajah Dewi. Emosi dan perasaan sedih yang menguasai hati Alyona, membuat nada bicaranya sedikit meninggi.
Dewipun menarik Alyona kebelakang dan memberikannya penjelasan. “ Iya! Lu harus ngelupain Evan. Karena dia itu, MASA LALU!” jawab Dewi yang menekankan perkataannya. Ia berusaha meyakinkan Alyona bahwa Evan, seorang kekasih Alyona yang sudah meninggal adalah sebuah masa lalu untuk Alyona.
“ Tapi masa lalu aku beda! Gimanapun caranya aku mau ngelupain Evan, itu sangat susah. Bayangan Evan selalu muncul dalam benakku. Kamu gampang untuk mengatakan hal itu, karena kamu ga pernah merasakan kehilangan orang yang kamu sayang!” emosi Alyona semakin memuncak saat Ia mendengar perkataan Dewi. Tetapi Ia berusaha membuat suaranya agar tetap pelan supaya tidak ada yang memandangnya.
Dewipun menjatuhkan tangannya di kedua pundak Alyona dan menatap matanya dengan tajam. “ Alyona, kalau lu selalu seperti ini. Kemungkinan Evan ga akan pernah tersenyum. Dia ga akan pernah tenang. Kita semua merasa kehilangan Evan, Alyona. Jangan selalu merasa bahwa hanya lu yang mempunyai rasa kehilangan itu. lu salah!” suara Dewipun ikut mengecil saat melihat mata Alyona yang berkaca-kaca.
“ Maafin aku kalau aku belum bisa menerima kematian Evan. Tapi perasaan ini semakin sakit,Dew” kantung mata Alyona sudah penuh dengan air matanya, mengingat Evan adalah salah satu hal yang tidak bisa Alyona hindari. Ingatan Evan seperti suatu ombak yang selalu mengejar Alyona. Semakin ia berlari dari ombak itu, semakin sulit untuk Alyona menghindar. Ombak itu seakan-akan telah menyeret Alyona dan menghempaskannya ke karang.
“ Saat aku mencoba untuk melupakannya, hanya kesulitan yang kurasakan. Aku juga ga tahu harus berbuat apa lagi. Ini semua menarikku untuk tidak akan pernah melupakan Evan. Aku ga akan bisa, Dew. Jadi, aku mohon kamu ga usah menyuruhku untuk melupakan Evan! Ga ada orang yang  mengerti!” linangan air mata Alyona sudah tak terbendungi, mengisyaratkan bagaimana kesakitan yang Ia rasakan selama ini. Bagaimana kesakitan hati yang selama ini ditumpunya. Menyadari bahwa semua orang memandang mereka, Alyona memutuskan untuk menembus derasnya hujan. Ia tidak peduli dengan panggilan Dewi, teriakan Dewi, atau semua mata yang melihatnya menangis. Akhinya, Semua perasaan kecewa yang selama ini berusaha dipendam Alyona tercurahkan semua pada pertengkarannya dengan Dewi.
“ Lu salah sama semua ini Alyona. Kita semua selalu berusaha untuk melupakan Evan. Termasuk gue,,” Ucap suara hati Dewi, yang seakan-akan ingin mencoba mengalahkan suara derasnya hujan.
*********
“ Alyona sayang, kamu kenapa basah gini!” Ujar Ibu Dahlia yang melihat Alyona datang dengan baju basah. Pertanyaan itu hanya menjadi angin lalu bagi Alyona. Ia hanya diam dan berlari sambil menangis ke dalam kamarnya. Kekhawatiranpun muncul dari hati Ibu Dahlia sebagai Mamahnya. Ibu Dahlia mencoba menghampiri Alyona sebelum akhirnya pintunya tertutup rapat.
“ Mamah, Yona baik-baik aja. Mamah ga usah khawatir sama Yona. Yona akan berusaha untuk menjaga diri Yona sendiri. Tanpa Evan!” ujar Alyona dari dalam kamarnya.
Ibu Dahlia sudah mengetahui, pasti ini semua karena ingatan Alyona kepada Evan kembali lagi. Tidak ada yang bisa mencegah Alyona saat perasaan kehilangan Evan itu kembali, terutama orang tuanya sendiri. Ibu Dahlia hanya bisa berdoa kepada Tuhan. Mekipun sudah lewat dari satu tahun atas meninggalnya Evan, Alyona tetap tidak bisa melupakannya.
Alyona selalu berusaha untuk melupakan Evan. Meskipun hanya rasa sakit yang di rasakan Alyona setiap ia berusaha untuk melupakan Evan. Bayangan itu sangat jelas di pikiran Alyona. Saat kecelakan mobil yang menimpa Evan pada hari pernikahannya. Berita yang tiba-tiba datang dari Rumah Sakit dan menghancurkan semua keadaan, memecahkan rasa kebahagian dan menghilangkan tawa dan senyum pada setiap orang yang datang di pernikahan Alyona saat itu. Pihak Rumah Sakit mengatakan bahwa terjadi tabrakan mobil yang menimpa Evan. Alyona dan seluruh keluarga sangat khawatir. Setelah mendengar kabar itu, mereka semua langsung berangkat ke Rumah Sakit. Saat Alyona dan semua keluarga, termasuk Dewi sudah sampai di Rumah Sakit, mereka melihat Evan yang terbaring lemas dengan banyak darah pada sekujur Jas yang di pakai Evan saat itu. Mereka semua menunggu dokter yang menangani Evan saat itu. Sampai akhirnya Alyona memaksa untuk bertemu Evan. Yang di inginkan Alyona saat itu hanya berada disamping Evan dan memeluknya. Alyona tidak kuat melihat keadaan Evan saat itu, Ia hanya bisa memeluk erat tubuh Evan dan mendengar kata-kata terakhir Evan. Evan meminta maaf kepada Alyona karena Ia tidak bisa ikut melanjutkan pernikahannya, melanjutkan janji yang dibuat mereka berdua. Alyona yang mendengar perkataan itu semua, berusaha meyakinkan bahwa Evan akan selamat dan mereka berdua akan melanjutkan pernikahan yang tertunda ini. Bayang-bayang senyuman Evan yang terakhir selalu terbayang dalam benak Alyona. Itu adalah senyuman terakhir Evan yang di berikannya kepada Alyona. Hari dimana akan berawalnya harapan sepasang kekasih untuk berjalan ke pelataran telah pupus. Cinta yang sudah di tanam sekian lama oleh mereka berdua hancur karena kematian salah satu jiwa yang mengharuskan mereka untuk berpisah selamanya.

********
“ Abanggggggggggggg,,,,!!!!!!!!!”  Teriakan Anisa memecahkan kesunyian pagi hari yang masih sempurna dari alam. Membangunkan para burung yang sedang tertidur pulas disarangnya. Membuat getaran yang dirasakan matahari untuk memancarkan sinarnya ke Bumi lebih panas.
Iyaaaaaaaa….! gue udah bangun! Emag kena ga berangkat sendiri sih!jawab Revan dari dalam selimut tebal yang menutupi tubuhnya.
Motor Anisa dipake sama Ayah. Abang, anterin gue dong!” ujar Anisa sambil berusaha menarik selimut yang menutupi Revan dan memukuli tubuh Revan dengan bantal.
“ Bang! kalau ga mau nganterin Anisa, Abang ijinkan Anisa bawa mobilnya Abang ya! boleh ya! ya!rayu Anisa yang berusaha mencari kunci mobil pada saku celana Revan.
“ Suruh Ayah aja yang nganterin emang kenapa? Ga bisa ngeliat orang tenang sedikit ya!” protes Revan.
“ Yaudah Anisa bawa mobilnya ya!” ujar Anisa yang memperlihatkan kunci mobil yang di dapatnya.
Sentak Revanpun langsung bangun dari tidurnya dan merampas kunci yang di pegang Anisa  “ Enak aja kamu! mending gue nganterin lu dari pada ngeliat mobil gue akan ancur gara-gara lu ! yaudah ayo!”
Revanpun akhirnya beranjak dari tempat tidurnya, dan meminta Anisa untuk membereskan tempat tidurnya selagi dia pergi ke kamar mandi.
                                                                        ***********
                  Saat di perjalanan berangkat kerja, Alyona terus memikirkan harapan dan kemungkinan mengenai segalanya tentang Evan. Alyona sangat berharap  jika ternyata Evan hidup kembali untuk Alyona. Dengan begitu, Alyona akan memanfaatkan sisa hidup mereka berdua dengan membangun sebuah bahtera pernikahan. Senyuman Alyona tidak lepas dari bibir tipisnya.bayangan itu membuat Alyona lupa dnegna sesgala yang ada di sekitarnya. “ Aku akan mengabiskan sisa waktu yang di miliki kita untuk selamanya, Evan” ujar Alyona. Dengan pikiran kosong Alyona menelusuri jalanan yang akan Ia sebrangi, sampai akhirnya Ia tidak menyadari bahwa ada mobil yang melaju ke arahnya. Suara keras klakson dan rasa shock Alyona hampir membuatnya terluka parah. Akhirnya, Alyona segera di masukan ke dalam mobil dan di bawa ke Rumah Sakit terdekat dengan daerah sekitar.
“ De’ kamu berangkat naik taksi aja yah! Ga usah ikut ke Rumah sakit, nanti kamu telat” ujar laki-laki itu, sambil mengeluarkan beberapa uang didompetnya.
                                                                        **********
Ibu Dahlia dan Pa Ramlan, ayah Alyona sangat khawatir menerima telphone dari seorang lelaki yang mengatakan bahwa Alyona sedang berada di Rumah Sakit. Ia langsung bergegas ke Rumah Sakit dan melihat Alyona sedang terbaring pingsan dengan perban yang terpasang di kepalanya. Mereka berdua belum bertemu dengan orang yang menabrak Alyona. Setelah mengetahui bahwa Alyona mengalami kecelakaan, Ibu Dahlia langsung mengabarkan Dewi dan memberitahukan keadaan Alyona. Dewi yang mendengar sangat khawatir. Ia memutuskan akan mengunjungi Alyona setelah semua pekerjaannya selesai. Karena keadaan Alyona sudah terkendalikan, Pa Ramlan memutuskan untuk pergi dan meninggalkan Ibu Dahlia di rumah sakit. Sebuah panggilan membuatnya harus segera berangkat ke kantornya. Setelah beberapa saat dari kepergian Pa Ramlan, Akhirnya Alyonapun bangun dan tidak menyadari akan apa yang baru saja terjadi padanya.
“ Mah! Yona ada di mana?” ujar Alyona yang berusaha bangun dari tidurnya.
Mendengar suara Alyona, Ibu Dahlia segera memeluk anak tercintanya “ Sayang,, Alhamdullilah akhirnya kamu sadar juga. Pantesan perasaan Mamah ada yang ga enak. Ternyata kamu,,” kata-kata Ibu Dahlia tidak sanggup lagi di teruskan karena melihat keadaan Alyona. Saat Ibu Dahlia memeluk Alyona, suara rintihan kesakitan terdengar dari Alyona. kekhawatir Ibu Dahlia semakin bertambah setelah melihat Alyona yang berteriak kesakitan dan memegangi kepalanya. Ia berteriak histeris sehingga Ibu Dahlia tidak kuat untuk menahan amukan Alyona. Impusan yang dipasang ditangan Alyonapun terjatuh. Ibu Dahliapun bergegas berlari meniggalkan Alyona dan memanggil suster. Suara teriakan Alyona masih terdengar saat Ibu Dahlia berlari keluar.
“ Aduh,,kepala Yona pusing banget , ahhhh…sakit mahhh, kepala Yona sakit banget,, ahhhh” sambil memegangi kepalanya, Alyona histeris dan  berteriak kesakitan.
            Dokterpun datang untuk  memeriksa keadaan Alyona. Menyuntikan sesuatu ditangan Alyona dan memeriksa detak jantungnya. Melihat luka yang terdapat pada kepalanya, unutk memastikan bahwa tidak ada sesuatu yang bertambah parah pada lukanya. Setelah dokter selesai memeriksa keadaan Alyona, Dokter langsung mengajak Ibu Dahlia untuk ke ruangannya dan memberitahukan apa yang terjadi pada Alyona.
“ Gimana Dok, keadaan anak saya? mengapa dia tiba-tiba sangat histeris seperi itu?”  tanya Ibu Dahlia yang sangat khawatir. Raut kekhawatiran pada wajah Ibu Dahlia tidak bisa di tutupi.
“ Ibu tenang saja, luka pada kepala pasien tidak bertambah parah. Sebenarya benturan yang ada di kepala Alyona itu tidak terlalu berpengaruh terhadap histerisnya, tapi,,”  kata-katanya terhentikan. Wajah Dokter yang sebelumnya berhadapan dengan Ibu Dahlia berpaling dari pandangannya.
“ Tapi apa dok?” tanya Ibu Dahlia kembali.
Mendengar pertanyaan khawatir dari Ibu Dahlia, dokterpun melanjutkan pembicaraannya.
“ Di lihat dari riwayat kesehatan anak Ibu, sepertinya Ia pernah mengalami gangguan mental? Bukan begitu?
Ibu Dahlia yang mendengar pendapat dokter sangat kaget. “ Hah? Maksud Dokter apa?” tanya Ibu Dahlia dengan nada yang tidak senang.
“ Maaf sebelumnya, Ibu jangan salah sangaka. Saya tidak bermaksud menganggap anak Ibu Gila atau semacamnya. Hal yang saya ingin tanyakan, Apakah anak Ibu pernah mengalami gonjangan jiwa akhir-akhir ini? Atau mungkin anak Ibu sedang mempunyai masalah besar yang sedang di tanggungnya?” ujar Dokter. Mendengar pertanyaan itu, Ibu Dahlia dengan ragu menjawab dan memberitahukan kepada dokter apa yang terjadi kepada Alyona.
“ Iya Dok. Anak saya mengalami masalah besar satu tahu yang lalu. Itu membuat dia harus menjalani terapy untuk beberapa bulan. Ia sangat tergoncang saat itu, sampai-sampai Ia pernah di vonis gila oleh beberapa psikiater. Tapi, perlahan Alyona kembali seperti biasa jelas Ibu Dahlia.
“ Itu masalahnya Bu. Sepertinya anak Ibu harus lebih di perhatikan dan di jaga. Karena jika Ibu lengah sedikit, kejadian yang lebih parah dari ini bisa menimpanya” ujar dokter.
“ Mungkin, dari luar anak Ibu kembali seperti biasa. Tapi, dari dalam dirinya, mungkin saja Ia sedang menanggung beban lebih berat. Mungkin saja, karena Ia melihat Ibu atau orang-orang di sekitarnya sangat khawatir, jadi Ia memutuskan untuk perlahan kembali seperti biasa dan menganggap masalah yang dihadapinya tidak ada. Padahal, tanpa Ia sadari, Ia sedang menanggung lebih dari apa yang dia tanggung sebelumnya. Dan itu membuat tekanan pada jiwanya. Problem ini sering terjadi pada pasien seperti Alyona. Mereka berusaha melawan rasa depresinya, sehinga itu membuat tekanan lebih pada tubuhnya sehingga membuatnya drop. Itu yang membuat anak Ibu histeris dan merasakan sakit pada kepalanya. Ini sangat bahaya untuk kondisi Alyona, Bu” jelas dokter.
“ Iya Dok. Saya selalu memperhatikan dia. Setelah kejadian itu, sifatnya sangat berubah. Ia jadi lebih menutup diri dan menghindar dari perhatian saya. Seakan-akan dia sedang berusaha menutupi perasaannya. Saya selalu memaksa dia untuk melanpiaskan perasaannya dengan menceritakan semuanya kepada saya. Tapi dia ga mau. Tolong anak saya, Dok! Saya ga mau kehilangan dia. Saya akan melakukan apapun untuk kesembuhan anak saya. Saya ga kuat jika melihat keadaanya semakin parah di depan mata saya. Apa yang harus saya lakukan, Dok?emosi Ibu Dahlia tiba-tiba tidak tertahankan.
“ Baiklah Bu! Sekali lagi, saya hanya meminta tolong untuk Ibu menjaga dan mengawasi anak Ibu. Saya takut akan hilang control sehingga menyebabkan kejadian yang lebih berbahaya dari ini. Saya akan memberikan Ibu kartu nama seorang psikiater. Ibu bisa mencobanya jika keadaan anak Ibu tidak ada perubahan. Ibu bisa coba, karena Psikiater ini masih berhubungan dengan Rumah Sakit. Untuk sementara, saya akan memberikan tambahan obat penenang pada anak ibu. Untuk mencegah kejadian seperti tadijelas Dokter kepada Ibu Dahlia. Setelah menerima kartu nama, Ibu Dahlia memutuskan unutk berpamitan unutk melihat keadaan Alyona.
“ Boleh dok, saya akan mencobanya untuk anak saya! terima kasih ya dok! Selamat siang”
”Sama-sama,Bu! Semoga anak Ibu cepat sembuh!” ujar Dokter sambil menjabat tangan dengan Ibu Dahlia.
                                                            ************